Usia Mella baru sweet seventeen. Namun seperti anggota geng gaulnya,
dia gemar tampil seksi dengan kaus pas badan plus celana ketat sebatas
pinggul. Biar lebih pede, kilahnya. Entahlah, apakah dia bakal tetap
pede, jika tahu kebiasaan berketat ria itu bisa merongrong saraf dan
kulitnya nan mulus.
Sebenarnya,
bukan salah bunda mengandung, jika Mella tergiur berdandan ala Britney
Spears, Jennifer Lopez, Shakira, atau Nafa Urbach. Wanita mana sih yang
enggak kepingin tampil seksi dan dipuja lelaki seperti para bintang itu?
Kalau kerut di kulit bisa dihapus, barangkali nenek-nenek pun banyak
yang ikut. "Gaya hip memang sedang in. Bukan hanya di kalangan anak muda
dan remaja, orang dewasa pun banyak yang suka," bilang Barli Perdana
Asmara, perancang busana dari rumah mode Nuimasa, Jakarta.
Sesuai
namanya, hip dalam bahasa Inggris berarti pinggul, hip style ditandai
dengan celana panjang ketat yang tak sepanjang biasanya. Jika celana
panjang normal menempel di pinggang, model hipster nyangkut di pinggul.
Kalau dipadukan dengan kaus pendek ketat, pemakainya jelas terlihat
lebih seksi. "Prinsipnya memang untuk membuat tubuh pemakai lebih
ramping dan seksi," imbuh Barli.
Sepintas,
gaya ini lebih cocok buat pemilik badan kurus, meski tak jarang wanita?
sedikit "gemuk" pun ikut menjajal. Maklum, aku perancang busana berusia
25 tahun itu, hipster kini identik dengan busana orang modern. Kalau
enggak bergaya hip, sepertinya ketinggalan zaman.
"Padahal,
mode itu cocok-cocokan dan tidak bisa disamaratakan," sambung Barli.
Kalau pas di badan, tentu bikin seksi. Kalau enggak cocok, hmmm, tebak
sendiri.
Waspadai Jepitan Sementara
Nah,
sembari memikirkan apakah hip style cocok untuk gaya berbusana Anda,
sebaiknya pertimbangkan juga kabar terakhir dari seberang lautan.
Dr.
Malvinder Parmar dari Timmins & District Hospital, Ontario, Kanada,
baru-baru ini menyatakan, celana ketat sepinggul berpeluang menimbulkan
penyakit paresthesia. Istilah paresthesia sendiri, menurut Kamus
Kedokteran Dorland, berarti perasaan sakit atau abnormal seperti
kesemutan, rasa panas seperti terbakar dan sejenisnya.
Dalam
tulisannya di Canadian Medical Association Journal, Parmar mengaku,
setahun terakhir ini kedatangan cukup banyak pasien yang bisa
dikategorikan sebagai korban paresthesia. Dia sudah mengobati sedikitnya
tiga wanita berusia 22 - 35 tahun yang mengeluhkan rasa panas dan gatal
di sekitar paha. Gangguan saraf ringan itu terjadi lantaran mereka suka
sekali memakai celana ketat sebatas pinggul, setidaknya dalam enam
bulan terakhir.
"Mereka
mengalami gejala yang sama, gatal dan panas serta kulit di sekitar paha
menjadi lunak," kata Parmar. Walaupun kerusakan saraf itu tidak masuk
kategori serius, hal itu cukup mengganggu aktivitas korbannya. Hasil
penelitian Parmar menunjukkan, kelainan itu menjadi permanen selama
celana ketat sepinggul melilit di tubuh. Itu sebabnya Parmar menyarankan
menjauhi segala macam pakaian ketat selama terapi.
Resep
puasa seksi itu terbukti manjur. Setelah enam minggu mengubah gaya
pakaian, pasien-pasien mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun,
dia tak bisa menjamin para korban mode ini tak akan mengalami gangguan
serupa jika kembali tergoda ber-hip style. Apa kalau pakaian itu
dikenakan dalam waktu lama, entah karena tuntutan profesi maupun hobi.
"Saya sarankan, sebaiknya tinggalkan pakaian sepinggul. Pakailah yang
longgar-longgar atau baju terusan saja", sambung Parmar.
Pendapat
ahli medis bule itu diamini tenaga medis lokal Dr. Andradi Suryamiharia
Sp.S(K), spesialis saraf yang sehari-harinya bertugas di RSUPN Cipto
Mangun Kusumo, Jakarta. Menurut staf pengajar FK-UI itu, sebagai
gangguan saraf, paresthesia gampang dikenali dan dua gejalanya kesemutan
dan lama-kelamaan berubah menjadi mati rasa.
Kesemutan
terjadi lantaran terganggunya saraf tepi, yakni saraf yang berada di
luar jaringan otak di sekujur tubuh. Umumnya karena tertekan, infeksi,
maupun gangguan metabolisme.
"Sebetulnya,
ini gejala yang biasa kita rasakan sehari-hari. Misalnya, saat duduk
atau menekuk kaki terlalu lama, saraf dan aliran darah pasti terganggu.
Mirip kabel listrik yang tertekan, aliran setrumnya kan enggak lancar,"
ujar Andradi. Nah, pemakai celana ketat sepinggul yang ingin
terus-menerus tampil seksi, berpeluang mengalami gangguan saraf, karena
jepitan sementara tadi. Memang, saraf tak sampai putus, tapi yakinlah,
penderitanya bakal sangat terganggu.
Ancaman Jamur
Selain
paresthesia, penggila berat pakaian ketat juga kudu mempertimbangkan
faktor kesehatan kulit. Pasalnya, gangguan saraf masih bisa sembuh tanpa
meninggalkan bekas, tapi iritasi dan eksim. Weleh-weleh, percuma punya
bodi sintal kalau dalemnya belang-belang.
Versi
Dr. Kusmarinah Bramono SpKK, spesialis kulit dan kelamin RSCM, pada
dasamya semua jenis pakaian ketat berpotensi menimbulkan tiga macam
gangguan kulit. Apakah itu sebatas pinggul maupun di atas pinggul.
Pertama,
masalah kelembapan yang memungkinkan jamur subur berkembang biak.
Belakangan ini, pasien korban jamur yang berobat ke Klinik Kulit dan
Kelamin RSCM meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang
tahun 2002, sekitar 35% pasien terbukti kena serangan jamur. Usia mereka
berkisar 15 - 45 tahun. Meski tak semuanya berhubungan dengan kebiasaan
berbusana, tetapi kecenderungan meningkatnya jamur sebagai sumber
penyakit kulit mesti diwaspadai.
Idealnya,
di negara tropis seperti Indonesia, pakaian ketat atau terlalu tebal
memang kudu dihindari. Kulit jadi kurang ruang untuk "bernapas?,
sementara cairan yang keluar dari dari tubuh lumayan banyak. Akibatnya,
permukaan kulit menjadi lembap. Kalau tak diimbangi busana yang tepat,
jamur akan lebih mudah beranak pinak. Yang banyak ditemui adalah jamur
panu (bercak putih, cokelat, atau kemerahan), jamur kurap dengan bintik
menonjol gatal, serta jamur kandida yang basah dan gatal.
Berbekas Hitam
Setelah
kelembapan, kontak langsung antara kulit dengan benda asing juga
memungkinkan terjadinya iritasi. Salah satu penyakit kulit yang masuk
golongan ini adalah dermatitis kontak.
Sesuai
namanya, gejala gatal dan beruntusan yang menjadi trade mark sang
dermatitis hanya muncul bila terjadi gesekan antara kulit dengan benda
dan luar tubuh.
Benda
asing yang berpotensi gesek tinggi tak cuma benda keras, semisal
perhiasan, jam tangan, atau ikat pinggang. Busana sehari-hari, jika
terlalu ketat menempel di tubuh, atau terbuat dari bahan berkontur
kasar, juga dapat memicu luka.
"Gampangnya,
lihat saja pasien yang harus lama berbaring di tempat tidur. Kalau
perawatnya kurang telaten bagian belakang tubuh si pasien biasanya agak
memerah dan lecet", bilang Andradi.
Sedangkan
celana ketat terutama berpengaruh pada kondisi kulit di sela-sela paha.
Awalnya mungkin cuma radang ringan. Tapi, kalau prosesnya berlangsung
lama, bisa menimbulkan bercak hitam di pangkal paha," kata Kusmarinah
Bramono. Jika si pemilik tubuh insaf dan menjauhkan diri dari busana
ketat, warna hitam tadi mungkin saja berkurang atau hilang sama sekali.
Namun, Kusmarinah mengingatkan, proses menghilangkan noda hitam itu tak
bisa dilakukan secepat membalik telapak tangan.
"Tidak
bisa dipercepat, memakai krem pemutih sekali pun," cetusnya. Soalnya,
produk pemutih yang kini banyak beredar di pasar lebih berfungsi sebagai
pencegah terbentuknya pigmen atau zat pewarna kulit yang baru. Jadi,
sama sekali bukan penghilang noda. Bila pigmen masih berada di lapisan
tanduk atau lapisan kulit paling luar, noda hitam dapat lebih cepat
hilang. Lain halnya kalau sudah menembus lapisan kulit lebih dalam,
raibnya bisa dalam hitungan tahun.
Jenis
penyakit kulit lain yang biasa menghinggapi pemakai celana ketat adalah
biduran atau kaligata. Bentuknya bentol-bentol minip bekas gigitan ulat
bulu. Tingkat keparahannya mulai bentol sebesar biji jagung hingga
bibir bengkak. Penyakit itu bisa muncul di bagian tubuh mana pun.
Berdasarkan pengamatan Kusmarinah, banyak pasien tidak menyadari,
biduran dapat juga disebabkan oleh tekanan serta ketatnya pakaian.
Untuk
mengusir iritasi dan biduran, sebagian orang menyiasatinya dengan
memakai bedak. "Tapi fungsi bedak kan cuma mengeringkan. Jika ternyata
bedak tadi tak cukup bagus untuk menyerap keringat, kulit menjadi lebih
lembap. Akhirnya, malah dihampiri jamur", jelas Kusmarinah lagi.
Setelah Ketat Terus Longgar
Jadi,
bagaimana cara aman agar bisa tetap tampil seksi tanpa kehilangan bodi
halus nan mulus? Paling aman, ikuti saja saran Parmer dan Andradi, yakni
say goodbye pada pakaian ketat. Baik yang sepinggul, di atas pinggul,
apalagi di bawah pinggul.
Kalaupun
terpaksa berketat ria, "Jangan terlalu sering dan terlalu lama
memakainya", saran Andradi. Menurut perhitungan medis pria setengah baya
itu, mengenakan celana ketat, apalagi sebatas pinggul mestinya paling
lama dua jam. Setelah itu, segera ganti dengan celana longgar atau baju
terusan, agar peredaran darah lancar dan pori-pori kulit dapat leluasa
bernapas.
Saran
untuk tidak berlama-lama dalam berbusana seksi ini didukung penuh oleh
Barli Perdana Asmara. Pria modis itu mengaku, pernah merasakan gejala
awal paresthesia. "Saat itu saya menghadiri sebuah acara dengan celana
ketat dari kulit. Walau hanya dipakai beberapa jam, paha saya sempat
terasa panas. Ini mirip gejala yang dibilang para dokter. Barangkali
karena gesekan dan kelembapan yang tinggi," kisahnya lagi.
Bukan
cuma tingkat keketatan yang harus diperhatikan, bahan yang dipilih pun
ikut menentukan tingkat kelembapan. Bahan jin dan kulit, jika diaplikasi
mengikuti mode celana sepinggul dan dipakai dalam jangka waktu panjang,
jelas gampang mengundang paresthesia. Sebagai gantinya, Barli
merekomendasikan celana dari bahan katun, poliester, atau bludru
elastis. Tiga jenis kain yang disebut terakhir itu lumayan mengikuti
bentuk tubuh, hingga dapat meminimalkan gesekan. Sebagai perancang
busana, Barli memang tak mungkin menyarankan kaum muda atau remaja yang
tergila-gila dengan dandanan hip style mengubah total gaya hidupnya.
Apalagi untuk membumihanguskan gaya yang tengah mendominasi dunia mode
itu, rasanya hal yang mustahil. "Tapi kalau memang hip style berpotensi
mengganggu kesehatan, sebaiknya celana sepinggul memang tidak dipakai
sembarangan. Tampil modis kan enggak harus mengorbankan kesehatan",
terang Barli.
Jalan
tengah, dia menyarankan penyuka hipster agar pilih-pilih tempat dan
waktu saat memamerkan busana yang dipopulerkan para selebriti ini. "Lagi
pula, tidak semua aktivitas layak dihadiri dengan memakai celana
sebatas pinggul", tambah Barli.
Pada
acara dan tempat tertentu, gaya berpakaian yang kerap menampilkan pusar
pemakainya ini bisa saja dianggap melecehkan nilai kesopanan. Kalau
kebetulan punya calon mertua kolot, pacar tersayang bisa-bisa melayang.
Artinya,
tampil seksi memang hak asasi. Namun, kalau ujung-ujungnya mesti ke
dokter saraf atau dokter kulit, bahkan kehilangan "gandengan", jadinya
gawat juga kan?